Cerbung JANDA CEO Part 3
Ilustrasi Wanita Karir |
Menikah dengan Gardin, seorang CEO pada perusahaan berkelas konglomerasi bidang energy, memang meningkatkan kualitas hidup Maura. Seorang perempuan berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah, sang ayah hanya mampu menyekolahkannya di akademi sekretaris. Dipilihnya program study itu karena ia ingin cepat bekerja, ingin cepat-cepat membantu perekonomian keluarga yang morat-marit. Kondisi ekonomi mereka kala itu semakin terpuruk karena sang ayah dalam kondisi sakit. Sang ibu telah meninggal lima tahun sebelum maura menikah, ketika ia masih di bangku SMA. Sejak itu ia hanya tinggal berdua dengan sang ayah. Dan Ayahnya pun meninggal dunia tepat beberapa menit setelah ia memberikan restunya untuk Gardin dan Maura menikah. Maka menikahlah mereka di hadapan jenazah sang ayah. Ketika itu usia Maura dua puluh dua tahun dan Gardin berusia tiga puluh tahun. Bagi Maura tidak ada cobaan yang lebih berat dalam hidupnya melebihi kehilangan kedua orang tuanya. Kehilangan sang ayah membuatnya sangat rapuh dan kehilangan pegangan. Maka kehadiran Gardin datang di saat yang sangat tepat.
Setelah mereka menikah Gardin tidak mengijinkannya bekerja lagi. Tapi mendukungnya untuk melanjutkan sekolah. Maka, ia pun kuliah lagi di extention ekonomi UI. Berat, tapi Maura bahagia menjalaninya. Tepat empat tahun ia menyelesaikan kuliahnya dengan nilai yang gemilang. Berbekal ijasah S1 nya itulah membuat dia berkeinginan melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya. Sebetulnya sudah lama ia punya keinginan itu, tapi selalu diurungkan mengingat sebagai istri Gardin dia begitu sibuk mendukung gerak bisnis sang suami.
Sekarang, Maura memutuskan untuk menjauh dan terbang ribuan kilometre dari Jakarta. Ia berencana untuk melahirkan di kota itu, setelahnya ia akan mengambil program master. Dia seorang diri sekarang, harus meningkatkan kualitas dirinya apabila ke depannya harus berjuang di atas kakinya sendiri. Pendidikan merupakan investasi terbaik yang terfikirkan saat ini. Tabungannya sangat cukup untuk menunjang itu semua. Untuk melahirkan di negeri orang, dan kemudian melanjutkan pendidikan. Yang berat adalah ia harus menjalani semua itu seorang diri. Meyakinkan dirinya bahwa ia sanggup, dan ia pasti bisa menjalaninya. Demi ketenangan batinnya, demi anak yang sedang dikandungannya. Anugrah terbesar yang akan dia dapatkan, setelah penantiannya selama sepuluh tahun. Ia harus menjaga kandungan ini baik-baik.
**
Gardin mengundang Lucy untuk datang ke kantornya ketika kondisi Lucy sudah sangat sehat. Lucy bahagia sekali dia bisa memasuki kantor mewah itu berperan sebagai istri dari pemilik perusahaan raksasa itu. Hm… calon istri sebenarnya.
Ketika memasuki ruangan Gardin, Lucy langsung mencoba mencium Gardin ketika di dapatinya Gardin tersenyum menyambut kedatangannya. Tapi Gardin dengan halus menolak ciuman itu, karena dia tidak sendiri di ruangan itu. Ada Bang Jason sang pengacara.
“Ini kantor, tolong jaga sikap!” Pintanya pelan pada Lucy.
Lucy hanya cemberut mendengarnya. Dan duduk di samping Gardin.
Setelah semuanya duduk tenang.
“Sebelum menikah, aku membuat penjanjian pra nikah untuk kamu. Aku melakukan hal yang sama pada Maura dulu.” Gardin menyerahkan satu berkas dokumen pada Lucy. “Kamu baca baik-baik ya!”
Lucy pun dengan enggan membaca. Tertulis bahwa statusnya adalah istri ke dua, apa yang menjadi haknya dan apa yang menjadi kewajibannya. Tertulis juga tentang apabila terjadi perceraian dan apabila mereka memiliki anak.
“Kamu bilang, aku menjadi istri kedua hanya sementara waktu, kenapa sekarang menjadi tertulis begini?”
“Karena akan seperti itu. Ada hal penting yang membuat aku nggak mungkin menceraikan Maura.” Gardin bersikap sangat kaku dan tegas.
“Kok sekarang jadi berubah? Apa karena aku tidak hamil lagi?”
“Sama sekali tidak ada hubungannya dengan kamu, ada hal lain yang tidak bisa aku jelaskan.”
“Aku nggak mau.”
“Kalau kamu nggak mau nggak papa, artinya pernikahan ini tidak akan terjadi.”
“Kok kamu sekarang seperti ini?”
“Karena aku sangat marah dengan kamu.” Gardin pun memperlihatkan video itu.
Lucy kaget, ternyata ada bukti rekaman ketika ia menyerang Maura.
“Berapa kali aku bilang, jangan ganggu Maura. Apa tidak cukup bagi kita sudah mengkhianati dia, masih juga harus kamu siksa seperti itu?”
“Bukan begitu kenyataannya, video ini editan. Dia menyerangku lebih dulu.”
“Sepuluh tahun aku bersama dia, aku sangat tahu dia seperti apa. Jangan berbohong lebih jauh, atau sama sekali tidak ada pernikahan.”
“Aku akan bunuh diri kalau kamu nggak menikahi aku.”
“Kalau kamu bunuh diri yang rugi kamu sendiri. Kamu nggak melihat apa yang kamu dapatkan kalau menikahi aku?”
Lucy diam.
“Silahkan baca lagi apa yang akan menjadi hak kamu!”
Lucy terdiam setelah membaca. Apa yang dia inginkan semua akan ia dapatkan. Hanya satu yang tidak akan dia dapatkan, menguasai Gardin dan hartanya seutuhnya, karena ia harus berbagi dengan Maura.
“Bersedia tanda tangan?”
Lucy pun mengambil pulpen yang ada di hadapannya dan langsung menanda tangani berkas itu.” Tapi dia cemberut. Masih belum sepenuhnya ikhlas.
“Jangan pernah kamu ganggu Maura lagi!”
**
Gardin sedang dalam perjalanan menuju apartemen Maura. Dia sedang berfikir keras bagaimana menyampaikan berita ini pada Maura, bahwa ia mampu menduga kalau Maura hamil anaknya, dan berubah fikiran. Ia bermaksud membatalkan rencana menceraikan Maura. Dia bingung menyampaikan kalau dia akan beristri dua. Hanya ingin minta maaf pada Maura, dan besar harapannya Maura memaafkannya dan bersedia hidup bersama lagi dengannya, kembali ke rumah mereka di Pondok Indah.
Terlalu asik termenung, hingga Subhan sang supir pribadinya harus memberi tahu tiga kali pada Gardin kalau mereka telah sampai di apartemen Maura. Begitu gugupnya Gardin turun dari Jauguar keluaran terbaru. dia pun melangkah menuju tower tempat Maura bernaung.
“Mau kemana pak?” Tanya seorang satpam dengan sopan.
“Ke tempat ibu Maura.” Jawab Gardin sambil menuju lift.
“Ibu Maura di lantai 9?”
Gardin mengangguk.
“Ibu Maura sudah sebulan tidak tinggal di sini lagi pak.” Satpamnya heran kok Gardin nggak tahu.
“Ha? Kamu yakin?”
Sang satpam mengangguk. “Kalau bapak tidak percaya bisa hubungi pihak marketing, karena ibu Maura menyewa unitnya melalui kantor marketing kami.”
Gardin semakin heran. Jadi itu apartemen sewaan? Maura tidak membeli apartemen yang murah itu? Gardin tahu kok, dengan tabungan yang Maura punya dia mampu membeli apartemen kecil begitu mah.
Gardin pun langsung menghubungi Maura melalui telepon genggamnya, mesin operator menyatakan nomer itu tidak aktif. Kemudian Gardin menelepon Pak Mochtar. Menanti sesaat “Pak, Maura ada di mana?”
Pak Mochtar menghela nafas. “Mas Gardin ke kantor saya saja ya sekarang, kebetulan saya sedang kosong sampai jam tiga nanti.”
“Ok, saya ke sana sekarang.” Gardin pun langsung bergegas menuju satu gedung pencakar langit di jalan TB Simatupang.
**
“Maura di mana pak?” Tanpa basa-basi Gardin pun langsung bertanya begitu ia tiba di ruangan kerja Pak Mochtar.
Pak Mochtar menghela nafas. “Saya nggak bisa bilang mas, saya sudah berjanji pada mbak Maura.”
“Apa bapak tega, istri saya hilang pak.” Gardin begitu memohon.
“Seharusnya mas berfikir seperti ini sebelum anda menyakiti dia.”
“Apa saya nggak punya kesempatan untuk memperbaiki pernikahan saya pak?”
“Mas, saat ini Mbak Maura butuh tenang.”
“Saya nggak tenang pak. Saya nggak tahu dia di mana.”
Pak Mochtar hanya diam.
“Tolong saya pak, dia di mana?”
Pak Mochtar ragu. “Setelah Mas Gardin tahu, mas mau apa?”
“Saya akan temui dia.”
“Kalau begitu saya tidak akan memberi tahu.”
“Kok bapak seperti ini?”
“Mas, Mbak Maura butuh tenang, demi kesehatannya.”
“Maura sakit?”
“Batinnya yang sakit mas.”
Gardin diam. “Pak, saya mohon beri tahu saya dia di mana?”
“Saya akan beri tahu, asalkan Mas Gardin janji tidak akan mendatanginya sebelum ijin pada saya.”
“Kenapa begitu?”
“Karena nantinya saya akan bertanya pada beliau apakah diijinkan Mas Gardin menemuinya.”
Gardin menghela nafas. Memejamkan matanya sesaat. “Ok, saya janji saya tidak akan menemui dia tapi saya butuh tahu dia ada di mana.”
Pak Mochtar menyalakan alat perekam yang ada di hadapannya. “Tolong ulangi janji Mas Gardin sekali lagi, saya belum sempat membuat surat pernyataan.”
“Saya, Gardin Darren Handoko berjanji tidak akan menemui istri saya, Maura Amelia Andrakarma walaupun saya tahu dia di mana sebelum saya mendapatkan ijinnya.” Gardin mengulang pernyataannya untuk direkam.
Pak Mochtar pun mematikan alat rekamnya. “Mbak Maura ada di Brisbane.”
“Apa?”
“Dia akan melanjutkan program masternya di sana, selain mencari ketenangan. Karena ia nggak sanggup menghadapi pernikahan Mas Gardin dengan Lucy.”
“Kenapa Brisbane?”
“Karena Universitas yang ada di sana yang menerimanya pertama.”
Gardin diam, dia memang sudah lama tahu kalau Maura sangat ingin sekolah lagi, tapi dulu Gardin tidak mengijinkan, karena ia tak mau jauh dari Maura. Rupanya Maura ingin mewujudkan cita-citanya yang tertunda. Gardin sangat bangga dengan Maura, di saat kondisi seperti ini, meraih pendidikan tinggi justru menjadi pelariannya.
“Dia sendirian di sana pak?”
“Mas Gardin tahukan betapa kerasnya istri anda? Tapi nggak usah khawatir, saya sudah menitipkan dia pada beberapa rekan saya yang ada di sana.”
Gardin masih terdiam. Dia pun bangkit dari duduknya. “Terima kasih informasinya pak.” Diapun hendak meninggalkan kantor itu.
“Mas, tolong tepati janji anda, Biarkan Mbak Maura tenang!” Pinta Pak Mochtar.
Gardin pun hanya mengangguk linglung dan meninggalkan kantor itu.
**
Gardin semakin panik begitu mengetahui bahwa apa yang dia khawatirkan benar adanya. Jason mendapatkan data akurat bahwa Maura hamil, saat ini kehamilannya telah berjalan lima bulan. Sejauh ini ibu dan janin dalam kondisi sehat.
“Gue harus gimana Bang? Gue udah janji sama Pak Mochtar untuk nggak menemui dia. Tapi gue bener-bener nggak tenang.”
“Kita kirim orang aja untuk mengawasi dia, biar orang itu yang akan melaporkan setiap harinya.”
“Apa yakin Maura nggak tahu?”
“Kita usahainlah, Maura kan mau sekolah toh, kita buat orang suruhan kita untuk jadi mahasiswa juga.”
Gardin tersenyum. “Ide bagus tuh.”
“Elo setuju? Gue akan cari orang untuk itu.”
“Secepatnya ya bang! Gue bener-bener harus tahu kabar Maura.”
Jason mengangguk. Dia pun bangkit dan bermaksud meninggalkan Gardin. “Gue hubungi elo secepatnya. Nggak usah khawatir ya.”
“Ah elo, ini tentang anak dan istri gue Bang.”
“Udah ilang baru lo cari. Kemaren-kemaren ke mane aje? Nyusahin aja lu!”
Gardin tersenyum kecut. “Yah… namanya juga khilaf.”
_*.Bersambung*_