Ega Candra Ermantia Dkk Dakwah lewat Kerajinan Asbak Kijing

DARI kebiasaan berziarah ke makam waliyullah, pemuda ini mencoba berdakwah lewat hasil kreativitasnya berupa asbak dengan motif kijing (makam). Peminatnya tembus luar pulau, dan kini bisa merekrut teman-temannya.

"Idenya timbul saat saya berziarah ke makam wali songo yang kesekian," kata Ega Candra Ermantia, warga Desa Krajan, Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan, Minggu (6/9/2020).


Pemuda 24 tahun ini memilih produk asbak berdesain kijing supaya setiap manusia yang melihat bentuknya dapat selalu ingat, kalau hidup itu tidak kekal. Semua pasti kembali kepada-Nya.

Pepatah Jawa menyebutkan 'mati sajroning urip, urip sajroning pati'. Orang yang selalu mati dalam hidup adalah mereka yang senantiasa menjaga diri dengan membuang egonya.

Hidupnya akan selalu tenteram dalam setiap perjalanan hidupnya. "Jadi, dalam penafsiran lain, hidup bisa menemui ajal, kapanpun di manapun. Hanya Allah SWT yang tahu," jelasnya.

Ega bersama empat teman sebaya di kampungnya mengerjakan produk berbahan limbah kayu jati itu. Mereka membeli dari pengusaha mebel di Magetan. Setiap asbak yang sudah jadi dibanderol Rp 100.000 sampai Rp 150.000.

Untuk urusan harga ini, Ega menyebutkan, tergantung besar kecilnya asbak. Rata-rata harga di kisaran Rp 100.000-an. Setiap hari, mereka mampu menyelesaikan empat hingga lima asbak, sudah finishing komplet, tinggal kirim.

Meski dengan peralatan sederhana hasil buatan sendiri, lima anak muda ini berhasil meraup omset Rp 30 juta setiap bulan. "Memang ada keterbatasan peralatan kerja, jadi hasil yang diperoleh juga terbatas atau lambat," papar Ega.

Selain berdakwah lewat karya asbak kijing, Ega dan teman-temannya bisa menambah teman kerja baru. Pahala berlipat ganda, yakni berkah dari niat mengingatkan orang lewat desain asbak kijing. Kedua, pahala mengajak teman bekerja. (tyo)