Keberhasilan belajar siswa tidak hanya diukur dari nilai ujian sebagai tertera dalam buku raport. Proses keterlibatan para siswa dalam kegiatan pembelajaran juga perlu untuk dievaluasi. Evaluasi terhadap keterlibatan siswa siswa dalam pembelajaran digunakan untuk memastikan bahwa para siswa benar-benar belajar (Middle States Commission on Higher Education, 2007:62).
Fredricks, et al. (2011) mengemukakan beberapa indikator utama yang menunjukkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, seperti perhatian dalam pembelajaran, partisipasi di kelas, kesungguhan dalam belajar dan komitmen dengan tugas-tugas yang harus dikerjakan. Keaktifan para siswa di sekolah dapat dilihat dari derajat keterlibatan mereka dalam kegiatan pembelajaran. Para siswa yang aktif dalam kegiatan di sekolah adalah mereka yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran.
Sedangkan para siswa yang tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran adalah mereka yang tidak terlibat dalam kegiatan pembelajaran (Connell,1990; Skinner & Belmont,1993). Sedangkan kajian yang dilakukan oleh Miller, et al. (1996) menjelaskan keterlibatan siswa dalam belajar dapat dilihat dari kemampuan mengarahkan diri sendiri yang ditujukan untuk terwujudnya hasil belajar yang maksimal.
Keterlibatan siswa dalam belajar dinilai dari tiga dimensi, yaitu dimensi perilaku, afeksi, dan kognisi (Fredricks, et al.,2004). Dari dimensi perilaku, keterlibatan siswa dalam pembelajaran dapat dilihat dari partisipasi dan keterlibatan dalam kegiatan akademik, sosial, dan berbagai kegiatan ekstrakurikuler (Fredricks,2011). Dari dimensi afeksi, keterlibatan siswa dalam pembelajaran dilihat dari persepsi para siswa, apakah positip atau negatif; terhadap kegiatan pembelajaran berbasis saintifik yang dilaksanakan oleh para guru di sekolah (Fredricks,2011). Sedangkan dari dimensi kognisi, keterlibatan siswa dalam pembelajaran dilihat dari kesungguhan para siswa untuk terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran di sekolah; termasuk didalamnya adalah dilihat dari kesungguhan mengerjakan tugas-tugas yang sulit yang dibebankan para guru kepada para siswa. (Fredreicks, et al. 2011).
Para pendidik dan siswa harus didorong untuk terlibat dalam pembelajaran yang berkualitas, karena dari situlah titik awal kemajuan peradaban suatu bangsa dan negara. Pembelajaran yang berkualitas akan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, yang mampu bersaing dalam era global.
Sumber daya manusia yang berkualitas adalah mereka yang memiliki berbagai kecakapan yang dibutuhkan untuk menjawab tantangan jaman. Oleh karena itu, keberadaan sumber daya manusia yang berkualitas akan sangat menentukan kemampuan berbagai negara di dunia untuk memenangkan persaingan dalam era global.
Para pendidik diharapkan mampu membiasakan para peserta didik untuk mengembangkan berbagai kecakapan yang dibutuhkan dalam abad 21. Berbagai ketrampilan belajar yang perlu dikembangkan para peserta didik agar mampu bersaing dalam abad 21 antara lain adalah kemampuan untuk menjadi manusia pembelajar, kemampuan komunikasi dan kolaborasi, kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah, kreativitas dan inovasi (Pacific Policy Research Centre,2010).
Agar dapat bersaing dalam abad 21, setiap negara di dunia harus didukung oleh sumber daya manusia yang inovatif dan kreatif (Barkema, et.al.,2002). Suyanto (2015) dalam sebuah kajiannya menyatakan bahwa kreatifitas dan inovasi memberikan kontribusi bagi keunggulan negara masing-masing sebesar 45% dan 25%. Data ini menunjukkan pentingnya bagi setiap institusi pendidikan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang diarahkan untuk mengembangkan kreatifitas dan inovasi para peserta didik.
Hingga saat ini, kemampuan kreatifitas dan inovasi sumber daya manusia Indonesia belum berkembang dengan optimal. Data yang dirilis oleh The Global Innovation Index 2014 menunjukkan bahwa kemampuan berinovasi sumber daya manusia Indonesia memiliki koefisien 31,81 berada pada peringkat 87 dari semua Negara di dunia, dan di Asia Pasifik berada pada peringkat 12. Indek kreatifitas dan indek talenta sumber daya manusia Indonesia pada tahun 2011 masing-masing berada pada peringkat 76 dan 80 (Florida,2011).
Agar tidak semakin tertinggal dengan negara lain di kawasan, maka pengembangan kreatifitas dan kemampuan berinovasi harus menjadi program utama dari kegiatan pendidikan di sekolah. Pembelajaran saintifik dilaksanakan melalui kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. Apabila dilaksanakan dengan konsisten, sesungguhnya pembelajaran saintifik dapat digunakan untuk meningkatkan kreatifitas dan kemampuan berinovasi para siswa (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013).
Para guru di beberapa sekolah yang dijadikan pilot project untuk menerapkan K13 sudah dilatih untuk menerapkan pembelajaran saintifik. Para guru yang sudah terlatih kemudian melaksanakan pembelajaran saintifik di masing-masing sekolah.
Pembelajaran saintifik approach dilaksanakan agar para siswa terbiasa berpikir kritis. Para siswa terus didorong untuk mempertanyakan kebenaran informasi dan pengetahuan yang sedang dikaji dan dipelajari. Pengujian kebenaran informasi dan pengetahuan dilakukan dengan bebasis fakta dan data empiric yang akurat. Proses pencarian fakta dan data dilakukan melalui beberapa kegiatan, meliputi: pengamatan, merumuskan pertanyaan sesuai dengan permasalahan yang dikaji, mengumpulkan data yang relevan dengan permasalahan, membuatkan rangkaian keterkaitan antar data, merumuskan hipotesis, menguji keterkaitan antar data, evaluasi dan analisis, mendiskusikan hasil analisis dengan teman sejawat dan para pendidik, dan mempublikasikan hasil kajian.