AL HASADU WAL GHIBATU (DENGKI DAN GHIBAH)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhlak yang baik berasal dari hati yang baik. Di dalam Islam, masalah hati merupakan hal yang penting, karena rahmat Allah akan senantiasa dianugerahkan pada manusia yang memiliki hati yang jernih dan terang. Sehingga ridha Allah akan tampak dan senantiasa datang seiring dengan baiknya perbuatan yang dilakukan. Sebaliknya, jika hati yang dimiliki keruh dan kotor, maka hati tersebut bisa menjadi penghalang dari masuknya rahmat Allah. Salah satu penyakit hati yang bisa merusak diri sendiri dan orang lain adalah sifat dengki.
Seseorang yang memiliki sifat dengki akan merasa susah jika orang lain mendapatkan kenikmatan dari Allah. Dan sebaliknya, ia akan merasa senang jika nikmat yang dimiliki oleh orang tersebut hilang. Penyakit hati ini biasa disebabkan oleh sifat tamak yang tidak mensyukuri pada apa yang telah dikaruniakan oleh Allah. Sehingga merasa dirinya dalam keadaan kekurangan meski sebenarnya telah berkecukupan. Setelah merasa kurang, kemudian muncul sifat iri hati pada nikmat yang dimiliki orang lain yang telah dianugerahkan oleh Allah. Orang seperti ini kemudian menganggap bahwa dirinya merupakan manusia yang lebih pantas dan berhak mendapatkan semua yang terbaik daripada orang lain. Lebih tepatnya orang tersebut akan merasa susah jika melihat orang lain senang dan merasa bahagia jika melihat orang lain susah.
Sifat dengki yang dimiliki seseorang akan merimbas pada lisannya yaitu dengan memperkatakan seseorang dibelakang dirinya dengan apa yang dibencikan, mencari muka atau berolok-olok dengan tujuan untuk menjatuhkan martabat orang lain. Lisan seperti ini di namakan dengan ghibah. Allah SWT melarang melakukan ghibah yang diumpamakan seperti memakan daging saudaranya yang sudah mati.
Menjaga lisan dari perkataan yang akan menyakiti orang lain, merupakan bagian dari upaya memuliakan orang lain dan sebagai bagian dari ibadah serta menjaga hak dasar manusia.
Lisan selalu menjadi pangkal utama yang dapat membuat pihak lain terzalimi dan tersakiti, juga dapat menjadi perhiasan dan mutiara yang sangat berharga. Jika seseorang mampu menjaganya dengan baik dan menggunakannya dengan tepat, dapat meningkatkan harkat dan martabatnya. Lisan harus dijaga agar terhindar dari bahasa lisan yaitu dengan cara menjaga kata-kata yang kita ucapkan jangan sampai membicarakan orang lain.
Dengan menjaga lisan maka rasa dengki yang ada dalam hati akan hilang. Karena penyakit dengki termasuk salah satu penyakit hati yang berbahaya dalam kehidupan manusia. Seseorang yang memiliki sifat dengki bias merasa tidak senang terhadap kelebihan atau keutamaan yang dimiliki orang lain begitu saja, tanpa ada alasan yang jelas. Kelebihan yang dimaksud itu bisa bersifat kebendaan, seperti kekayaan dan harta; atau bisa juga yang bersifat nonkebendaan, seperti kedudukan, kecakapan, kehormatan, dan lain-lain.
Berdasarkan uraian di atas, makan kami akan membahas lebih lanjut lagi mengenai Al-Hasadu Wal Ghibatu(dengki dan mengupat ngupat).
B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengertian al-hasadu, sebab al-hasadudan dampak perbuatan al-hasadu. Mengetahui pengertian ghibah, sanksi bagi pelaku ghibahdan dampak perbuatan ghibah.
PEMBAHASAN
A. Al-Hasadu (Dengki)
1. Pengertian Al-Hasadu (Dengki)
Kata dengki atau iri hati dalam Bahasa Arab bermakna hasad. Hasad merupakan bentuk masdar dari kata hasada, yahsudu, hasadan. Kata al-hasud berarti orang yang dengki/iri hati. Sedangkan kata al-mahsadatu seperti halnya ma yad�u ila al-hasadi yang berarti hal yang mendorong untuk dengki/iri hati.[1]
Dengki merupakan keinginan lenyapnya nikmat dari seseorang yang memilikinya disertai usaha untuk menghilangkan nikmat tersebut. Dengki juga merupakan perasaan benci terhadap nikmat yang dimiliki orang lain dengan mengharapkan supaya nikmat tersebut berpindah tangan kepadanya maupun tidak. Orang yang memiliki dengki dalam hatinya merasa tidak senang jika orang lain mendapat nikmat dan keberuntungan. Seseorang yang memiliki hati yang dengki selalu mengharapkan dan berusaha supaya nikmat yang diperoleh seseorang yang didengki tersebut hilang sama sekali, baik jatuhnya nikmat tersebut kepada orang yang mendengki atau kepada orang lain.[2]
Dengki merupakan suatu keinginan yang buruk, yakni keinginan meghilangkan nikmat yang dimiliki seseorang meskipun pendengki tersebut tidak mendapatkan sesuatu apapun. Menurutnya, dengki adalah perbuatan putus asa yang lebih jahat dari kekuatan ghaib yang mendatangkan keburukan (madharat) kepada manusia. Dengki merupakan kekuatan yang tidak tampak, namun berpengaruh besar dan mampu mendatangkan bencana.[3] Jadi, dengki adalah keinginan hilangnya suatu nikmat yang telah dimiliki orang lain dari Allah, baik disertai dengan tindakan untuk menghilangkan nikmat tersebut atau tidak, serta berpengaruh pada pendengki maupun tidak.
Nurcholis Madjid menyatakan bahwa hasad atau dengki merupakan salah satu penyakit rohani yang paling berbahaya bagi kehidupan manusia. Seseorang dapat dianggap memiliki hati yang dengki jika tanpa alasan yang jelas tiba-tiba tidak senang kepada segala kelebihan atau keutamaan yang dimiliki orang lain. Kedengkian seringkali mencelakakan atau memberi keburukan pada sasaran dengki.[4]
Secara tersirat, dengki mengandung pengertian mementingkan diri sendiri dan berlawanan dengan al-ithar. hal itu terlihat pada harapan orang-orang dengki agar nikmat yang diterima orang lain itu hanya diterima oleh dirinya.
Sikap dengki adalah wujud dari ketidakbersihan batin seseorang dan bisa dimiliki oleh siapa saja. Sikap ini dapat diwujudkan dengan dengki terhadap karunia yang diperoleh oleh orang lain. Pada non-muslim, terkadang diwujudkan dalam bentuk menghalangi seseorang untuk beriman kepada Allah. Sifat dengki jika diwujudkan akan mendorong pelakunya melancarkan fitnah atau berita buruk tentang orang yang di dengki dan sasarannya seringkali menjadi tidak berdaya untuk membela diri.
Sifat dengki bisa disebut juga sebagai pertarungan sepihak tanpa diketahui oleh lawannya. Bahkan terkadang si pendengki mengamati tanpa sepengetahuan target yang menjadi sasaran dengki. Akhirnya, pendengki akan sibuk dengan kedengkiannya dan lupa dengan kebaikan yang seharusnya dilakukan untuk dirinya serta kebaikan kepada sasaran kedengkiannya.
Dengki adalah penyakit hati yang besar. Tidak mudah menghilangkannya kecuali dengan meningkatkan ilmu dan amal. Ilmu yang dapat bermanfaat untuk menghilangkannya adalah mengetahui bahwa dengki itu mendatangkan keburukan dari sisi agama dan kehidupan. Dari sisi agama, dengki berarti mengingkari kepastian dan keadilan Allah yang telah memberikan nikmat kepada orang yang berhak. Dari sisi kehidupan, dengki menyebabkan pemiliknya selalu merasa sakit karena melihat nikmat yang ada pada orang lain dan melupakan nikmat yang telah diterimanya.
2. Sebab Al-Hasadu
Setiap manusia pada dasarnya memiliki sifat dengki/iri hati dalam hatinya. Namun, bagi seseorang yang mulia akan mampu menahan serta mengendalikan sifat dengki tersebut sehingga menjadi perbuatan yang baik bahkan dianjurkan. Sedangkan bagi seseorang yang hina, sifat dengki tersebut tidak dicegah bahkan ditampakkan menjadi perbuatan buruk yang dapat mencelakakan dirinya sendiri maupun orang lain yang menjadi sasaran perbuatan dengkinya itu.[5]
Dengki ini pada mulanya disebabkan oleh sifat serakah dengan tidak mensyukuri apa yang telah dikaruniakan oleh Allah. Sehingga merasa dirinya dalam keadaan kekurangan meski sebenarnya telah berkecukupan. Rasa kurang tersebut kemudian menjadi sifat iri hati pada nikmat yang dimiliki orang lain yang telah dianugerahkan oleh Allah. Orang seperti ini kemudian menganggap bahwa dirinya merupakan manusia yang lebih pantas dan berhak mendapatkan semua yang terbaik daripada orang lain.
Seseorang yang memiliki sifat dengki bisa merasa tidak senang terhadap kelebihan atau keutamaan yang dimiliki orang lain. Kelebihan yang dimaksud itu dapat bersifat kebendaan, seperti kekayaan dan harta; atau bias juga yang bersifat non-kebendaan, seperti kedudukan, kecakapan, kehormatan, dan lain-lain.
Sebab lain timbulnya sifat dengki pada seseorang yakni disebabkan keadaan jiwa yang kotor. Tanda jiwa yang kotor dapat diketahui apabila mengetahui orang lain memiliki kelebihan, maka hatinya senantiasa merasa resah. Namun apabila mengetahui orang lain mendapat kesusahan, maka hatinya menjadi gembira.
3. Dampak Perbuatan Al-Hasadu
Dengki bisa menimbulkan keburukan bagi diri sendiri dan orang lain. Bagi diri sendiri yang memiliki sifat dengki tidak akan pernah merasa tenang dalam hidupnya. Hatinya senantiasa merasa iri dan marah saat melihat orang lain mendapatkan nikmat dari Allah. Sehingga akan senantiasa merasa resah, gelisah serta sulit merasakan kebahagiaan dalam hidupnya.
Meskipun telah berhasil mendapatkan yang diinginkan, namun api kedengkian akan terus membakar hatinya. Usman bin Affan salah satu Khulafa� al-Rashidin, pernah dibenci seseorang. Ketika menyadari bahwa dirinya dibenci seseorang karena nikmat yang telah diperolehnya, Usman mengatakan bahwa balasan yang cukup bagi para pendengki adalah ia merasa risau ketika yang didengki itu merasa senang. Seseorang yang memiliki sifat ini akan menghalang-halangi datangnya nikmat pada orang lain supaya nikmat itu tidak diterima orang lain. Sifat seperti ini akan menimbulkan permusuhan dan pertentangan individu dan masyarakat.[6]
B. Ghibah
1. Pengertian Ghibah
Ghibah berasal dari bahasa Arab ghaaba yaghiibu ghaiban yang berarti ghaib, tiada hadir. Kata al-ghaibatu diartikan sebagai sesuatu yang tertutup dari pandangan. Asal kata ini memberi pemahaman adanya unsur ketidakhadiran seseorang dalam ghibah, yakni orang yang menjadi obyek pembicaraan. Kata ghibah dalam bahasa Indonesia mengandung arti umpatan, yang diartikan sebagai perkataan yang memburuk-burukkan orang.[7]
Pengertian Ghibah secara syar�i yaitu menceritakan tentang seseorang yang tidak berada ditempat dengan sesuatu yang tidak disukainya. Baik menyebutkan aib badannya, keturunannya, akhlaknya, perbuatannya, urusan agamanya, dan urusan dunianya.[8]
Imam al-Raghib berpendapat ghibah adalah seseorang menceritakan aib orang lain tanpa ada keperluan. Syaikh Salim Al-Hilali berpendapat Ghibah diartikan membicarakan dibelakang saudaramu tentang sesuatu yang ia benci maupun kekurangan. Kekurangan itu baik yang terkaitdengan fisik, agama,dunia, jiwa, akhlak,harta, anak, orangtua, istri, pembantu, pakaian, cara jalan dan lain-lain yang semuanya mengarah pada kekurangan dan perendahan. Baik menyebutkan aib badannya, keturunannya, akhlaknya, perbuatannya, urusan agamanya, ataupun urusan dunianya.[9]
Dapat disimpulkan bahwa ghibah yaitu menyebutkan sesuatu yang sebenarnya tentang seseorang, baik tentang agamanya, akhlaknya, ataupun tentang yang lainnya, di saat orang tersebut tidak hadir atau tidak mendengarnya secara langsung, dan jika ia mengetahui tidak menyukainya.
Jadi ghibah dapat dipahami menceritakan orang lain yang tidak ada ditempat, berupa kekurangan atau sesuatu yang tidak disukainya. Ghibah dapat dilakukan dengan lisan, dan perbuatan. Berdasarkan uraian di atas, yang sering terjadi di masyarakat jika sudah berkumpul dapat dikategorikan ghibah, karena biasanya jika sudah ada teman maka akan asyik bercerita tanpa disadari aib keluarga dan orang lain diikutkan menjadi bahan untuk dibicarakan.
2. Sanksi bagi pelaku Ghibah
Beberapa hadits menggambarkan sanksi bagi pelaku ghibah yang akan diterimanya nanti, adalah sebagai berikut :[10]
a. Mendapatkan siksaan kubur.
b. Menjerumuskan ke dalam api neraka
c. Mengeluarkan bau busuk di hari kiamat
d. Menyiksa diri sendiri
Sanksi yang akan diterima bagi pelaku ghibah tersebut berdasarkan hadits, oleh karenanya sudah seharusnya ghibah jangan dilakukan agar terhindar dari sanksi. Selain itu ghibah sangat berpengaruh di masyarakat yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi yang dighibahi juga pada pengghibah.
3. Dampak Perbuatan Ghibah
Mengeluarkan kata-kata yang bagaimanapun dari lisan sungguh teramat mudahnya. Akan tetapi, apa dampaknya dan bagaimana akibatnya, itulah yang sering tidak terpikirkan. Sepatah kata yang terucap sama sekali tidak akan membuat tubuh seseorang terluka, namun siapa yang tahu kalau justru hatinya yang tersayat-sayat. Atau sebaliknya, sepatah kata yang terucap, justru malah menjadi penyebab si pengucapnya mendapat celaka ataupun selamat, baik ketika di dunia maupun di akhirat kelak. Dalam kitab Hadits Arba�in Nawawiyah dituliskan bahwa ucapan ada tiga bagian : kebaikan yaitu tuntunan, keburukan yaitu yang diharamkan, dan laghum yaitu ucapan yang tidak berisikan kebaikan maupun keburukan.[11]
Perkataan yang diucapkan lidah tidak akan keluar dari empat hal berikut ini; ucapan yang seluruhnya mengandung mudharat, ucapan yang seluruhnya mengandung manfaat, ucapan yang mengandung manfaat dan mudharat, ucapan yang tidak mengandung manfaat dan mudharat.
Ghibah merupakan penyakit berbahaya dan menimbulkan kemudharatan yang lebih besar di dunia maupun di akhirat kelak. Dan dampak negatif yang ditimbulkan oleh ghibah, dalam bermasyarakat diantaranya :
1) Timbulnya permusuhan
Ghibah dapat menimbulkan permusuhan, jika orang yang dighibahi mengetahui dirinya menjadi objek ghibah, maka ia akan merasa tidak senang dengan orang yang mengghibahinya. Dengan adanya ketidaksenangannya tersebut dapat menimbulkan permusuhan yang dapat memutuskan tali silaturrahmi antar keduanya. Terjadinya permusuhan di masyarakat, juga menimpa anggota majelis taklim diakibatkan ucapan yang mengandung ghibah. Biasanya saat bertemu saling bertegur sapa, dengan adanya ghibah berusaha menghindar dan jika keadaan membuat bertemu keduanya saling diam.
Dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam pergaulan, manusia dihadapkan pada karakter59 manusia yang berbeda-beda satu sama lain. Tidak sedikit dari karakter seseorang yang ada dalam lingkungan kita, tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Dari tingkah laku maupun perkataan seseorang dapat menimbulkan pemikiran yang berbeda dalam hati kita, yang akan menimbulkan prasangka dan dari prasangka dapat menjadi ghibah. Setelah ghibah terjadi akan menimbulkan permusuhan antar keduanya.
2) Terzhalimi
Orang yang dighibahi jika mereka mengetahuinya akan merasa terzhalimi, ia akan merasakan sakit tapi bukan tubuhnya yang terasa sakit, melainkan hatinya dan perasaannya. Dan yang membuatnya sakit dikarenakan ucapan tentang dirinya yang tidak disukainya, yang diucapkan ketika ia tidak hadir di majelis kemudian ucapan tersebut diketahuinya. Agar ucapan tidak menzhalimi orang lain, sudah seharusnya menjaga ucapan yang akan dikeluarkan, jangan sampai terjebak dalam perrbuatan ghibah. Adapun hak orang yang terzhalimi adalah mendapatkan pengganti kedzaliman yang diterimanya. Jika tidak di dunia maka ia pasti akan menggantinya di akhirat.
Kesempurnaan iman seseorang, di antaranya memiliki rasa kasih sayang terhadap makhluk Allah dengan mengucapkan yang baik, diam dari keburukan, melakukan hal yang bermanfaat atau meninggalkan sesuatu yang membahayakan. Ghibah merupakan perbuatan yang tidak bermanfaat dan akan menyakiti orang lain.
3) Merusak kehormatan orang lain
Ghibah merupakan membuka aib seseorang, yang secara otomotis telah menghinanya, dan akan mencemarkan nama baiknya. Jika aib seseorang telah terbuka mengakibatkan kehormatan orang tersebut akan tercemar di masyarakat. Adapun yang perlu dilakukan adalah mencegah terjadinya ghibah, dengan mencegahnya berarti menjaga kehormatan orang tersebut, maka Allah akan melindungi dari api neraka.
Ghibah akan membuka kekurangan (aib) seseorang maka kehormatan orang tersebut akan tercemar, dan secara otomatis akan membunuh karakter seseorang di dalam bermasyarakat. Maka dalam al-Qur�an dan hadits ghibah sangat dilarang, dan dianjurkan untuk mencegah terjadinya ghibah.
4) Memecah ukhuwah Islamiyah
Dalam bermasyarakat, diperlukan akhlakul karimah yang merupakan perilaku manusia yang mulia, sesuai fitrahnya seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw, yang berpedoman pada kitab suci al-Qur�an yang diturunkan melalui wahyu Allah Swt.63 yang menjadi landasan dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk. Ghibah dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat yang akan merusak ukhuwah Islamiyah.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah di uraikan di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Al Hasadu (Dengki) merupakan suatu keinginan yang buruk, yakni keinginan meghilangkan nikmat yang dimiliki seseorang meskipun pendengki tersebut tidak mendapatkan sesuatu apapun.
2. Dengki disebabkan oleh sifat serakah dengan tidak mensyukuri apa yang telah dikaruniakan oleh Allah.
3. Dengki dapat menimbulkan keburukan bagi diri sendiri dimana sifat dengki tidak akan pernah merasa tenang dalam hidupnya.
4. Ghibah merupakan menceritakan tentang seseorang yang tidak berada ditempat dengan sesuatu yang tidak disukainya.
5. Sanksi bagi pelaku ghibahadalah sebagai mendapatkan siksaan kubur. menjerumuskan ke dalam api neraka, mengeluarkan bau busuk di hari kiamat dan menyiksa diri sendiri.
6. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh ghibah, dalam bermasyarakat diantaranya timbulnya permusuhan, terzhalimi, merusak kehormatan orang lain dan memecah ukhuwah Islamiyah
B. Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan yaitu
1. Janganlah melakukan perbuatan dengki dan ghibah karena dapat meluluhkan amalan yang kita lakukan seperti kayu yang terbakar api.
2. Hendaknya selalu menuntut ilmu agama agar kita terhindar dari sifat dengki dan ghibah.
3. Jika sudah terlanjur atau pernah melakukan perbuatan dengki dan ghibah, kita meminta maaf kepada orang yang telah kita dengki dan kita ghibah. Semoga Allah SWT mengampuni dosa kita.. amin
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Gymnastiar, Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qalbu (Jakarta: Gema Insani Buku Andalan, 2017)
A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 2012)
Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2019)
Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurcholis Madjid Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban (Jakarta: Mizan, 2006)
Hasan Sa�udi & Ahmad Hasan Irabi, Jerat-Jerat Lisan, (Solo, Pustaka Arafah, 2014)
M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur�an: Kajian Kosa Kata (Jakarta: Lentera Hati, 2007).
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta, PT Hidakarya Agung, 2011)
Maulana Muhammad Yusuf, Muntakhab Ahadits, Dalil-Dalil enam sifat utama, (Yogyakarta, Ash Shaff, 2017)
[1]A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 2012), h. 262.
[2]M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur�an: Kajian Kosa Kata (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 298.
[3] Ibid.., h. 299
[4]Budhy Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurcholis Madjid Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban (Jakarta: Mizan, 2006), h. 769.
[5]Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2019), h.179.
[6]Abdullah Gymnastiar, Meraih Bening Hati dengan Manajemen Qalbu (Jakarta: Gema Insani Buku Andalan, 2017), h. 108.
[7]Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta, PT Hidakarya Agung, 2011), h. 304
[8]Hasan Sa�udi & Ahmad Hasan Irabi, Jerat-Jerat Lisan, (Solo, Pustaka Arafah, 2014), h. 14
[9]Hasan Sa�udi & Ahmad Hasan Irabi, Jerat-Jerat Lisan.., h. 16
[10]Maulana Muhammad Yusuf, Muntakhab Ahadits, Dalil-Dalil enam sifat utama, (Yogyakarta, Ash Shaff, 2017), h. 672
[11] Hasan Sa�udi & Ahmad Hasan Irabi, Jerat-Jerat Lisan.., h. 17