Ini cerita tentang seorang anak yang hidup di tengah-tengah keluarga broken home sebutlah ia bernama JUNA, ayah Juna dan ibunya memang menikah muda dan karena mereka masih muda mereka tak bisa mengatasi permasalahan yang ada di dalam rumah tangga mereka, ketika Juna kelas 3 SD ayah dan ibunya berpisah, dan Juna ikut tinggal bersama ibunya.
ilustrasi [pixabay.com] |
Ayah Juna menikah lagi setelah satu bulan bercerai dengan ibunya, dan sang ibu sendiri menafkahi anaknya yaitu Juna, hari hari Juna dilaluinya bersama ibunya, mereka berdua tinggal di sebuah rumah bedek peninggalan kakek dan neneknya.
Walaupun Juna masih memiliki seorang ayah tapi bagi Juna kasih sayang seorang ayah tak pernah ia rasakan, ayah baginya hanya sebuah dongeng belaka, tak pernah semenit pun ia bercakap-cakap dengan sang ayah apalagi meminta bantuannya tapi sang ibu selalu berkata �sabar nak kelak kau akan menjadi seorang ayah dan jangan sekali kali engkau abaikan anak anakmu karena engkau telah merasakan hidup tanpa seorang ayah� Juna pun mengangguk entah Juna mengerti akan kata-kata ibunya.
Pernah suatu hari teman-teman Juna bermain kelereng di halaman rumahnya dan ketika itu ayah-ayah mereka pulang memancing dari kali belakang rumah, teman-teman Juna pun menyambut ayah-ayah mereka dengan bahagia begitu juga dengan ayah-ayah mereka, hanya Juna sendiri di tempat permainan itu, dalam hati Juna berkata senangnya ketika aku juga seperti mereka namun hayalan itu pun dia tepis dan langsung berlari pulang menemui ibunya yang sedang mencuci piring bekas jualan nugget nya.
Juna pun langsung memeluk sang ibu dengan pelukan erat sambil bergumam� terima kasih Tuhan aku masih memiliki ibu yang sama seperti ayah-ayah mereka katanya� dan anehnya sang ibu terkejut lalu menanyakan kepada Juna tumben sang anak memeluknya erat seperti itu.
Tanpa berkata apa-apa Juna pun hanya tersenyum dan mengatakan kalau Juna sayang ibu, sang ibu hanya menggeleng gelengkan kepalanya, lalu menyuruh Juna menaruh peralatan dapur yang sudah dicuci ibunya, Juna pun menggangguk tanda siap patuhi perintah ibunya.
Walaupun orang tua Juna sudah pisah dan Juna tak pernah ketemu sang ayah, Juna tak pernah mengeluh Juna selalu dengar kata-kata ibunya, suatu hari Juna ingin sekali di belikan sepeda karena memang Juna belum punya sepeda untuk dipakai sekolah, jarak rumah sama sekolah Juna cukup jauh, ibunya menghela napas dan berkata �syukur aja kita masih bisa makan nak sabar dulu ya nak� kata ibunya. Juna pun diam�
Sang ibu memang tak tega berkata begitu tapi mau bagaimana lagi memang begitu lah keadaan yang sebenarnya, suatu malam setelah Juna selesai sholat dan mengaji Juna pun mendekati ibunya yang sedang membuat nugget untuk di jual besok pagi, ia mengutarakan maksud hatinya �bu Juna ingin ikut les bermain sepak bola, temen temen Juna banyak yang ikut les sepak bola bu ucap Juna� sang ibu pun hanya diam, ibunya memikirkan dari mana ia akan mendapatkan uang lebih untuk bayar les sepak bola sedangkan jualan nugget sekarang udah banyak saingan hingga pendapatannya cukup untuk mencukupi sehari-hari.
Lagi lagi Juna terdiam dan kembali ke kamarnya karena sang ibu tak menyahut satu kata pun, jam 10 malam sang ibu selesai membuat nugget, dia pun pergi ke kamar Juna dan melihat sang anak tampak tertidur lelap dengan pelukan guling yang usang, dalam hati sang ibu berdoa semoga saja kesusahan ini akan berlalu Tuhan, hamba ikhlas menjalani nya, tapi semoga saja anak ku tidak memiliki hidup sepertiku semoga saja Juna hidup lebih baik dari aku gumamnya, ketika itu hujan besar turun dan sang ibu cepat-cepat mengambil ember, panci, baskom yang ada di dapur untuk menampung air yang menetes dari atap rumah yang memang udah banyak bocor.
Pagi pun datang seperti biasa Juna menyalami sang ibu untuk pergi sekolah, ibunya biasa berada di dapur kalau pagi-pagi karena tugasnya menyiapkan nugget untuk dijual nya, seperti biasa jdengan santainya Juna melangkahkan kakinya menuju ke jalan besar tempat tunggu angkot setiap harinya.
Sampai di sekolah tanpa sengaja Juna melihat pengumuman yang terpampang di madding sekolahnya, pengumannya tentang lomba pemilihan atlet sepak bola dan yang akan diikuti oleh seluruh siswa tempat Juna sekolah, Juna ingin sekali ikut pemilihan atlet bola tersebut tapi bagaimana dengan perlengkapan sebagai seorang pemain sepak bola yang lengkap seperti teman-temannya yang lain??
Di dalam kelas Juna pun tak konsentrasi mendengarkan penjelasan pak guru nya, Juna hanya memikirkan bagaimana caranya supaya dia memiliki sepatu bola beserta perlengkapan lainnya, selepas sekolah Juna pulang menggunakan angkot namun siang itu Wicak temennya Juna minta tolong ke Juna untuk bersama sama pulang menggunakan sepeda dan Juna pun menyanggupi nya.
Sampai rumah Juna seperti biasa mencari ibunya di warung nugget mereka, Juna kemudian makan siang dengan lahapnya karna siang itu ibunya memasak kesukaan Juna yaitu sambel goreng ikan Tongkol, karna terlalu lahap nya makan Juna sampai lupa kalau belum ganti seragamnya.
Setiap sore ibunya seperti biasa sibuk di warung namun sudah 4 hari berturut turut Juna sering nggak kelihatan bahkan sudah mulai azan maghrib Juna pun masih gak pulang- pulang, hati ibunya tidak tenang gelisah tak menentu kemana si Juna dari kemarin dan tidak biasanya Juna seperti itu, namun ibu Juna juga sering lupa menanyakan kemana Juna tiap sore karena ibunya letih habis berjualan.
Selesai sholat maghrib ibu Juna menyetrika cucian yang sudah menumpuk karena seragam Juna akan di pakai besok pagi, tiba tiba suara handphone jadul ibu Juna berbunyi, namun ibu Juna ragu untuk mengangkat telpon itu karna nomer baru dia takut jangan-jangan orang iseng yang hanya mengganggu pikirnya, namun dia juga berpikir kalau-kalau nanti ada yang penting dan akhirnya ibu Juna mengangkat telpon itu.
Kata kata pertama ibu Juna yaitu assalamualaikum dengan siapa ya? Padahal telpon itu sudah berbunyi 3 kali dan ia mengangkat pas ke 3 kalinya, lalu terdengar balasan dari telpon tersebut kalau itu suara dari guru Juna di sekolah yang memberitahu kalau Juna besok lusa berangkat ke Surabaya Jawa Timur karena Juna dan teamnya berhasil menjadi juara 1 sepak bola tingkat provinsi dan biaya semuanya di tanggung oleh pihak sekolah dan dinas pendidikan daerah, ibu Juna pun mengucap syukur karna Juna tak pernah memberitahu tentang lomba itu.
Tak lama Juna datang dan memasuki rumah pelan-pelan, Juna takut kedengaran ibu nya karna ia telat pulang saat itu, ibu Juna mengetahui kalau Juna sudah ada di rumah dan langsung memanggil Juna dan mengucapkan kata-kata bangga kepada Juna dan berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, namun ia benar-benar tak menyangka kalau Juna bisa menjadi juara dan ikut dalam perlombaan itu sebab Juna tak memiliki perlengkapan untuk bermain bola, namun Juna menceritakan ibunya bahwa sepatu yang digunakan Juna setiap main bola adalah pinjaman dari si Wicak teman sekelasnya, ibunya tersenyum lega karena Juna benar-benar mewujudkan impiannya menjadi pesepak bola tanpa bantuannya.
Dua tahun kemudian Juna lulus sekolah SMP dan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi,-Juna diam diam mendaftar sekolah ke SMK Pelayaran dimana di sekolah tersebut sangat ketat untuk masuk menjadi siswa.
Namun Juna tak patah semangat dia akan terus mengikuti seluruh tes bagi calon taruna baru di sekolah tersebut, dan ibunya turut serta mendampingi Juna dalam berbagai tes, hari pertama mulai tes harus datang tepat waktu sebelum jam 7 pagi, ibu dan Juna harus berangkat pagi pagi karena memang jarak yang harus di tempuh cukup jauh kurang lebih 25 kilometer dari rumahnya.
Karena hari pertama adalah tes administrasi jadi hari itu Juna dan ibunya harus menunggu sampai jam 14.00 untuk mengetahui apakah Juna di terima untuk tes hari berikutnya, dan Alhamdulillah Juna lulus administrasi.
Hari kedua pun sama Juna dan ibunya bangun pagi pagi dan menyiapkan diri karna pengumuman kemarin dari sekolah itu adalah tes lari, squad jump, renang, push up, restock dll, sekitar jam 12.00 semua pendaftar kumpul di lapangan sekolah untuk mendengarkan pengumuman, dan Alhamdulillah terdengar suara speaker yang menyebut nama Juna di nyatakan lulus tanpa membayar biaya sekolah karena Juna termasuk kategori anak berprestasi. Kenyataannya Juna memiliki banyak piagam prestasi sebagai juara sepak bola nasional, sungguh beruntung dan bangga sang ibunda melihatJuna berada di depan teman- temannya, tanpa seorang ayah ibunya bisa menjadikan Juna anak yang berprestasi lebih dari teman-temannya.
Dua tahun di sekolah SMK Pelayaran tiba saatnya Juna kerja praktik di kapal dan Alhamdulillah selama di kapal Juna juga menjadi anak yang penurut ke senior dan para ABK kapal, 6 bulan di kapal tiba akhirnya Juna mengakhiri masa praktiknya, seluruh ABK kapal merasa berat ditinggalkan Juna, hingga sang Nahkoda menyuruh Juna untuk ikut bekerja di kapal tersebut setelah lulus di sekolah SMK Pelayaran.
Akhirnya Juna lulus dengan nilai A dan mendapat bea siswa untuk masuk ke Akademi Pelayaran Surabaya, 4 tahun kuliah akhirnya Juna wisuda dengan nilai Coumlaude (Sangat Memuaskan) dan , selepas wisuda Juna diterima belekerja setelah menyingkirkan saingan-saingannya selama mengikuti tes saringan di PT. PELNI dan bekerja di kapal niaga perusahaan milik Negara tersebut dan sebagai NAKHODA. Sang ibu sangat bangga dengan Juna, ibu Juna tak menyangka kalau anaknya Juna akan merubah kehidupannya menjadi lebih bahagia walaupun tanpa sosok ayah.