Dalam segala keterbatasan dana, Yuniati yang dianugerahi dua anak, Satya Candra Wibawa Sakti (29) dan Oktaviana Ratna Cahyani (27), berjuang demi kedua buah hatinya supaya bisa menuntut pendidikan tinggi.
“Bagi saya, anak ialah segala-galanya. Jangan hingga mereka menyerupai saya. Karena itu, mereka harus akademi bagaimana pun caranya,” ucap Yuniati ketika ditemui di rumahnya, Kamis (10/9/2015).
Yuniati mengaku mulai bekerja sebagai buruh basuh pada tahun 1995. Pekerjaan itu ia lakoni sehabis sang suami keluar dari daerah bekerja. Dari penghasilan sebagai buruh basuh dan menyetrika baju inilah Yuniati menyekolahkan kedua buah hatinya.
“Ya, dari hasil mencuci ini saya menyekolahkan kedua anak saya. Pagi, siang, malam, saya mencuci untuk anak,” tutur dia.
Wanita ini juga bertutur, bekerja siang dan malam mencuci baju tidak akan menjadi problem selama kedua buah hatinya bisa sekolah. Dia percaya, dengan pendidikan yang tinggi, seseorang sanggup mengubah taraf hidupnya.
“Saya tidak ingin bawah umur saya hidup menyerupai ini. Saya ingin mereka bisa hidup enak,” kata dia.
Bila dihitung secara rasional, penghasilan menjadi buruh basuh yang hanya Rp 250.000 per bulan tak akan cukup untuk membiayai hidup mereka. Namun, Yuniati yakin, dengan kerja keras, segala sesuatu niscaya ada jalan keluarnya.
“Saya makan nasi sama daun pepaya enggak apa-apa, yang penting ada biaya untuk sekolah anak. Itu yang terpenting,” kata dia.
Berkat perjuangan keras Yuniati, Satya Candra Wibawa Sakti bisa menempuh kuliah S-1 di jurusan Kimia Universitas Neger Yogyakarta (UNY), kemudian melanjutkan S-2 di jurusan Kimia UGM pada tahun 2008, dan ketika ini menempuh jenjang S-3 di Universitas Hokaido, Jepang. “Sakti selalu sanggup beasiswa. Di Jepang ini, ia juga sanggup beasiswa dari Dikti,” tutur Yuniati.
Sementara itu, anak kedua Yuniati, Oktaviana, telah lulus dari Akademi Perawat Bethesda. Saat ini, putri keduanya ini bekerja menjadi perawat di Rumah Sakit Harjo Lukito. “Alhamdulillah, lega. Anak kedua saya sudah lulus dan bekerja. Sakti sebentar lagi lulus dari sekolahnya di Jepang,” ucap ia sambil meneteskan air mata.
Berutang
Sementara itu, biaya kuliah Oktaviana ialah sekitar Rp 2 jutaaan per bulan. Biaya asrama Rp 600.000 dan satu mata kuliah Rp 90.000. “Kalau dipikir, ya bisa asing bayar sebanyak itu, tetapi harus dijalani,” kata dia.
Demi membayar sekolah kedua anaknya, Yuniati pun terpaksa “buka lubang tutup lubang”. Ia berutang ke beberapa bank. “Semua bank sudah saya coba, mulai dari yang bunganya besar hingga yang kecil. Ini demi masa depan anak,” ucap dia.
Utang ini pun ditanggungnya sendiri. Dia tidak menceritakan usahanya itu kepada kedua buah hatinya. “Saya saja yang tahu, biar mereka konsentrasi berguru saja,” ujar dia.
Sampai ketika ini, jikalau ditotal, ia masih harus membayar utang sekitar Rp 30 jutaan. Beruntung, kedua anaknya terhitung sudah bisa membiayai hidup sendiri sehingga hasil dari mencuci bisa dipakai untuk mencicil utang. “Melihat mereka senang dan sukses, saya senang,” kata ia lagi.
Yuniati kemudian berujar, “Gusti ora bakal maringi cobaan ngluwihi kemampuan umatnya (Tuhan tidak akan menunjukkan cobaan melebihi kemampuan umatnya).”
Sumber https://wirahadie.com