Penulis - Jostein Gaarder
Judul - Dunia Anna: Sebuah Novel Filsafat Semesta
Setelah saya khatam baca karya Jostein Gaardaer yang berjudul Dunia Sophie, saya jadi tertarik untuk membaca bukunya yang lain. Akhirnya saya baca Dunia Anna.
Sebenernya pertaman kali baca judulnya saya berekspektasi novel ini bakal membahas alam semesta dari segi terbentuknya, sejarahnya, atau eksistensinya gitu. Ternyata dugaan saya salah besar. Buku ini mengangkat isu lingkungan di Bumi kita ini. Mengingatkan saya tentang kuliah lingkungan yang baru diambil semester kemaren.
Ceritanya sureal. Tapi nggak separah Haruki Murakami kok, hahaha. Dan buku ini lumayan tipis jadi bisa sekali duduk langsung kelar.
Tokoh utama bernama Anna, tentunya. Dikisahkan dia memiliki kemampuan imajinasi di atas rata-rata. Kadang merasa pernah menjadi makhluk lain. Kisah ini bermula ketika dia bermimpi menjadi sosok tokoh Nova, cicitnya di masa depan. Cicitnya itu memprotes keadaan masa depan Bumi yang sudah sangat rusak. Menganggap generasi nenek buyutnya adalah biang keladi semua kerusakan Bumi dan mereka harus bertanggung jawab. Dengan kekuatan cincin merah warisan keluarga Anna, akhirnya generasi Anna mendapat kesempatan kedua kali untuk memperbaiki kondisi Bumi di masa depan.
Novel ini dibawakan dengan dua sudut pandang, tokoh Anna dan Nova. Sudut pandang berganti tiap subbab dan dicetak dengan jenis font yang berbeda. Sangat membantu, menghindari lost track di tengah membaca.
Isu global warming, pemborosan bahan bakar karbon, dan kepunahan makhluk hidup selain manusia menjadi bahasan utama dalam novel ini. Bisa kalian bayangkan nggak di masa depan akan ada voucher iklim? Gamifikasi lingkungan? Live report binatang yang officially musnah dari muka Bumi? Parade binatang yang sudah PASTI akan musnah (misal tinggal betinanya aja)? Penduduk Timur Tengah berbondong-bondong mengungsi ke benua Eropa? Evolusi kendaraan dari unta - mobil - jet - lalu kembali ke unta lagi? Ngeri.
Satu hal penting yang dapat dipelajari dari novel ini, berbuat baik bukan cuma antarmanusia. Kerangka berbuat baik yang harus kita miliki adalah level antargenerasi. Sikap tidak peduli lingkungan akan menyumbang kesengsaraan bagi generasi selanjutnya.
Masa mau ngejahatin keturunan sendiri?